“Dulu, Adam dan Hawa pernah dipisahkan oleh Tuhan dan diturunkan ke Bumi. Akibat mereka melanggar laranganNya, memakan buah terlarang. Menurutmu apa yang menyatukan keduanya kembali?”
Terdengar cerita dan tanya seorang lelaki di meja sebelah, pada perempuan di depannya. Mereka berdua terlihat akrab.
“Tidak tau, mungkin sudah takdir kali Mas,” jawab si perempuan santai, sambil masih khusuk menggeser-geser layar di HP.
“Ah kamu, maksudku lebih dari sekedar takdir. Soal alasan kenapa manusia, secara khusus laki-laki atau perempuan, mau berkorban demi pasangannya. Seperti saat Adam memetik buah terlarang untuk Hawa”
Protes lelaki tersebut terdengar serius, kali ini ia sedikit memberi penekanan pada penjelasan pertanyaannya. Dan segera, dengan senyum tipis perempuan itu pun menanggalkan HP ke meja serta merubah posisi duduknya, mereka kini saling berhadapan.
“Oh baru ngeh aku, ya tentu soal cinta dan kasih sayang lah Mas. Dan apa yang dilakukan Adam itu adalah bentuk pengerbanannya pada Hawa. Mereka bersatu kembali juga pasti karena cinta, iya kan?”
“Bisa jadi begitu. Menurutmu sejauh mana batas pengorbanan yang harus ditempuh sesorang atas nama cinta? Dan kalau seandaianya Adam dan Hawa beda agama bagaimana ya? Pasti mereka gagal bersatu dan tidak akan ada umat manusia!”
“haha, mana mungkin begitu Mas? Atau kamu hendak curhat ini?
“Jawab dulu lah, serius aku” pinta si lelaki.
“hehe, ok ok. Emmm…. pertanyaanmu yang pertama susah dijawab Mas, wong Adam saja sampai berani melanggar larangan Tuhan. Dan yang kedua jelas ngelantur, mana mungkin Adam dan Hawa beda agama? kan mereka diciptakan oleh Tuhan yang sama”
“Lalu siapa Tuhan yang menciptakan mereka? Apa benar ada dosa waris?” tanya si lelaki, sembari memalingkan pandangan ke arah kegelapan di pematang sawah, wajahnya nampak sayu.
“Yahhh… makin susah Mas. Soal Tuhan yang menciptakan Adam dan Hawa, tentu bergantung keyakinan masing-masing lah Mas. Kalau dosa waris, aku nggak tau, menurutku sih tidak ada karena setiap manusia terlahir bersih. Tapi mungkin bagi pacarmu dosa waris itu ada, kan tetap bergantung keyakinan Masing-masing toh”
Mendengar jawaban si perempuan, lelaki itu tiba-tiba diam. Ia tidak melunjutkan jawaban perempuan tersebut dengan pertanyaan-pertanyaan lain yang mungkin ada dalam kepalanya, tentang Adam dan Hawa atau Tuhan pencipta keduanya. Suasana menjadi hening di meja mereka, perempuan itupun juga diam, mungkin ia merasa ada yang tidak tepat dari pernyataanya.
Terjebak oleh rasa canggung. Terlihat, si perempuan kemudian mengambil HP untuk membuka beberapa pesan dan atau sekedar memainkannya.
“Kopi hitam dan Jus Apukat?” tanya pelayan kafe sambil meletakkan pesanan keduanya. “Oh iya, terimakasih” jawab si Lelaki.
Setelah menyedu dan menyeruput kopi, lelaki itu pun mengambil sebatang rokok di atas meja. Lalu ia membakar dan menghisapnya sembari menarik nafas dalam-dalam.
Dengan pelan si perempuan lalu menanggalkan HP kembali. Ia kemudian menyilingkan tangannya di atas meja.
“Maaf Mas, kalau ada kata-kataku yang salah”
“Tidak apa-apa Nduk. Udaranya dingin ya,” jawab si lelaki mencairkan suasana.
“Udaranya yang dingin, apa perasaanmu yang dingin Mas”
Ia nampak ingin tau, soal perubahan raut wajah temannya yang tidak biasa itu.
“ah, kamu ini”
“Oya Mas, boleh bertanya? Aku serius ini”
“Iya boleh”
“Apa sebenarnya yang sedang terjadi Mas? Ada Masalah dengan pacarmu?”
“Tidak ada masalah dengannya, dia baik-baik saja dan masih mencintaiku. Tapi hubungan kami memang sedang tidak baik” kini lelaki itu semakin dalam dan sering menghisap rokok ditangannya.
“Lo kok bisa begitu, ada apa dengan hubungan kalian?”
“Tempo hari, dia pulang ke rumah dan menceritakan hubungan kami pada kedua orang tuanya. Mereka tidak bisa memberi restu, sebab kami beda agama. Kecuali aku pindah keyakinan” cerita si lelaki, bibirnya sedikit gemetar dan suaranya terbata, seperti ada sesuatu yang ia tahan.
“Tapi sepertinya tidak mungkin aku atau dia pindah agama. Dan sekarang, kami sudah jarang komunikasi” tambahnya.
“yah.., tapi dibicarakan saja sama pacarmu dulu Mas, baiknya gimana” kata si perempuan memberi saran. Ia lantas menggeser posisi duduk lebih dekat ke arah lelaki.
“Iya, akan kami bicarakan setelah dia kembali”
“Ok Mas, terus apa kalian akan putus karena itu?”
“Entahlah Nduk, kadang ada orang memiliki banyak persamaan tapi mengakhiri hubungan karena satu alasan. Tetapi ada juga beberapa orang yang memiliki banyak perbedaan, namun tidak punya alasan untuk berpisah”
Mereka berdua kembali diam, sedang orang-orang mulai berdatangan di tempat kami nongkrong. Suasana menjadi bising dengan gelak tawa dan percakapan para pengunjung. Sesekali aku melihat ke arah mereka yang berada di pojok sebrang mejaku. Terdengar samar-samar, mereka melanjutkan obrolan.
**