Tubanliterasi.or.id – League of Legends (LOL) adalah sebuah permainan video arena pertarungan daring multipemain, yang dikembangkan dan dipublikasikan oleh Riot Games untuk Microsoft Windows dan macOS. Namun permainan game online tersebut seolah menjadi racun bagi penggilanya. Banyak anak remaja dan dewasa lupa waktu. Pagi, siang dan malam. Tiada hari tanpa game. Ingat ya guys! Main game boleh, asal jangan berlebihan ya!
Permainan tersebut terinspirasi oleh Warcraft III: The Frozen Throne dari seri Defense of the Ancients. Dilansir dari INDOZONE pada, Sabtu, (11/03/23). Game yang dianggap memacu adrenalin tersebut telah memakan korban. Ya, Chen Rong-yu (23) adalah seorang pria asal Taiwan, yang sangat gemar memainkan game LOL hingga lupa waktu.
Ini menunjukan bahwa game yang berlebihan bisa merusak saraf dan sikologi seseorang. Bahkan sampai merenggut nyawa penggemarnya. Hedehh…
Lalu bagimana dengan pemerintah Indonesia (Keminfo RI) untuk mengantisipasi hal serupa. Bayangkan saja, jika generasi kita banyak yang kecanduan game. Lalu apa yang bisa diharapkan di masa mendatang?
Momen kematian Chen diketahui oleh salah satu petugas warnet yang sedang bertugas. Ia awalnya ingin memberi tahu Chen jika waktunya sudah habis, dengan menggoyangkan bahunya. Namun, Chen tidak meresponnya dan tubuhnya sudah kaku. Saat diperiksa, pihak warnet menyebut bahwa pipi Chen sudah pucat layaknya hantu.
Potret kelam tersebut jangan sampai merebak ke Indonesia. Kita harus antisipasi sedini mungkin. Karena kecanduan game adalah hal yang sangat berbahaya. Coba kita lihat, café dan warkot. Setiap sudut, tempat nongkrong anak muda. Bisa dipastikan terdapat komunitas game. Yang lebih parah, mereka melakukan permainan dari sore sampai dini hari.
Cukup megerikan jika game yang berlebihan tidak ada pencegahan.
Generasi milenial yang sangat erat dengan kemajuan teknologi hakikatnya mempunyai potensi besar untuk meraih sesuatu positif. Namun kemudahan teknologi justru membuat generasi milenial hanya berkutat pada dunia gamers. Sehingga semangat untuk mengembangkan potensi diri ikut tergerus.
Chen Rong-yu adalah salah satu contoh yang telah lalu. Namun jangan sampai ada kejadian yang serupa. Meskipun ada yang mengatakan bahwa kematian Chen adalah akibat serangan jantung. Namun tidak semudah itu, bisa saja pecah pembuluh darah akibat terlalu lama di depan monitor komputer. Coba kita bayangkan, 23 jam main game.
Dengan pesatnya teknologi. Seharusnya menjadi stimulus positif bagi penggunanya. Namun berbalik arah. Hanya sebagai alat pemuas gabut (main game) yang tak tahu waktu. Saling melempar kata-kata kasar. Bahkan rela bertengkar dengan teman. Nada umpatan yang tak asing saat masuk warkop. Berseliweran, jancuk, anjing, tai dan seterusnya.
Budaya sapa, dan menghormati seolah hilang di era digital. Lalu, bagaimana mengembalikan citra diri bangsa yang dinilai sangat menjunjung tinggi norma sosial? (*)