Tubanliterasi.or.id – Indonesia seolah masih belum lempas dengan yang namanya politik oligarki. Hal itu terbukti dengan banyaknya politik transaksional yang merugikan negara. Selain itu, pejabat negara tidak bisa mengamalkan asas kepatutan hukum dan menjalankan amat rakyat. Dan ini membuat masyarakat merasa dihianati. Banyak pejabat yang dengan PDnya, bahwa mereka bekerja bukan atas nama rakyat. Tapi petugas partai, artinya ia tunduk pada ketua umum partai. Fakta itu pernah disampaikan oleh Ketua Komisi III DPR RI Bambang Wuryanto alias (Bambang Pacul). Ia terang-terangan mengaku tak berani mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset serta RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal jika tak diperintah oleh oleh bosnya (ketua partai). Ini dia sampaikan menjawab pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD dalam rapat dengar pendapat yang meminta agar Komisi III DPR menggolkan dua RUU tersebut.
Jika mendengar pernyataan tersebut. Begitu payah negara Indonesia membrantas korupsi. Bayangkan saja, sekelas DPR RI harus angkat tangan untuk pengesahan produk hukum. Sebelum mendapatkan ijin dari tuannya. Cukup sial memang, dan miris nasib bangsa ini.
Lagian kenapa harus ngomong dulu dengan ketum masing-masing? Kalau DPR bukan wakil rakyat, lalu wakil siapa? Seharusnya mereka sadar, gedung dewan adalah tempat berembuknya para wakil rakyat untuk kepentingan rakyat. Lalu, kalau dewan ngomong, ia kerja bukan atas nama rakyat. Ini statmen goblok.
Jadi boleh dong, masyarakat komentar galak terhadap DPR. Kalau sudah tak berfungsi untuk rakyat. Rakyat sudah mempercayakan pada wakil-wakilnya di gedung dewan. Toh, para wakil rakyat gaji dan fasilitas dari uang rakyat. Tibaknya, pejabat kita hanya gerombolan pelawak berdasi.
Karena sistem politik kita adalah semi proporsional yaitu anggota DPR mengatasnamakan partai. Secara otomatis, ia kerja sesuai intruksi ketua umum. Jika Indonesia mau maju, hapus saja lembaga negara yang hanya menghabiskan uang negara.
Semua harus jujur, melihat pernyataan dewan yang konyol dan tidak ada wajah bersalah Bambang Pacul. Atau bahkan, mungkin rata-rata pejabat kita ingin mengatakan perkataan yang sama. Tapi ada hikmahnya, masyarakat Indonesia semakin tahu, bahwa pejabat kita adalah lintah darat.
Mba @najwashihab mungkin bisa usul. Itu DPR ternyata fungsinya nggak ada, bubarin aja. Gaji anggota dewan dan pemilu seolah sudah nggak efektif. #sakingdahkesel
Lebih baik masyarakat Indonesia buka mata lebar-lebar untuk Pemilu 2024. Karena sekali dapat sembako lalu menderita 5 tahun. Jujur aja, perkataan Bambang Pacul kemarin itu sudah bukti. Para dewan bukan kerja untuk rakyat. Sekali lagi, bukan untuk rakyat. Kalian lihat tingkah mereka, bukanlah mencerminkan wakil rakyat.
Pak Bambang Pacul dan yang duduk dewan ternyata Dewan Perwakilan Juragan (DPJ). Meskipun toh, pas mencalonkan diri ngemis-ngemis suara, sok-sokan ngomong visi-misi. Bla-bla, ujung-ujungnya minta untuk dipilih biar bisa menyuarakan hasratnya sendiri.
Mulai hari ini, detik ini. Rakyat bukan hal penting untuk diperjuangkan? Semua harus sadar diri.
Entah pernyataan itu berdasarkan alam bawah sadar Bambang pacul. Namun tampak terlihat cerdas saat menelan mentah-mentah jebakan Batman dari Pak @mohmahfudmd. Lain kali kalau mau menjawab itu dipikir-pikir dulu. Jangan ngomong dulu. Belajar dulu sama @mastercorbuzier atau cukup liat podcastnya.
Wadidaw…
Kalau juragan yang merintah pejabat di Senayan, itu wakilnya para juragan dong. Alias bukan wakil rakyat. Tobat-tobat, Bambang Pacul mendem semir.
Besar kemungkinan, hasil produk hukum yang ditelorkan oleh dewan merupakan titipan partai dan sudah dibicarakan terlebih dahulu dengan para pimpinan partai. Lobbying yang selama ini dilakukan adalah kompromi kepentingan antar pemimpin partai). Sangat jelas, DPR hanyalah perpanjangan tangan ketum partai alias boneka partai. Sehingga tidak memiliki kekuatan untuk membuat pilihan secara mandiri. Jadi jangan berharap terlalu banyak pada mereka. Itu aja deh kira-kira. Tambahkan di komentar guys…
Melihat begini masih mau kah rakyat disogok duit sama sembako tiap pemilu. Kalian senang sehari dengan sembako, tapi perihnya 5 tahun. Lebih baik berjuang untuk membeli sembako dengan keringat sendiri. Masih mau mencoblos asal-asalan?
Secara terang-terangan wakil rakyat menurunkan marwahnya. Imbasnya caleg-caleg muda yang penuh idealisme dirusak terlebih dulu oleh para politisi senior.
Analisisnya kurang lebih begini, “Sulit memberantas korupsi itu. ” (Kerusakannya sistemik dari atas sampai bawah, dari pusat sampai daerah). ” Kebijakan yang dibuat tidak benar-benar dari ruang legislasi, dan setiap putusan merupakan hasil lobbying dengan pemangku kepentingan. Semua nurut bosnya masing-masing. Setiap agenda rapat, masing-masing anggota dewan memiliki kepentingannya sendiri-sendiri. (*)