Oleh: Muhammad Rouf*
Wahai orang Indonesia yang mengaku beragama Islam!
Kita tahu bersama, bahwa beberapa tahun terakhir ini banyak terjadi kasus terorisme di tanah air kita tercinta, Indonesia. Sebut saja beberapa kasus serangan besar di Indonesia, di antaranya adalah: bom bali 1 tahun 2002, bom hotel JW Marriot tahun 2003, bom kedubes Australia tahun 2004, bom bali 2 tahun 2005, bom hotel JW Marriot dan Ritz Carlton tahun 2009, bom mapolresta Cirebon tahun 2011 dan yang baru-baru ini adalah bom Plaza Sarinah di Jakarta tahun 2016. Artinya, Indonesia sudah mengalami bahaya, dimana ini sangat membahayakan keutuhan kita sebagai bangsa, kerugian yang ditimbulkan oleh bahaya besar, bukan hanya fenomena keamanan, tetapi akan tetapi merembet pada grafik perekonomian dalam negeri.
Merujuk dari berbagai kejadian tersebut, pemahanan agama yang salah menjadi salah satu motivasi penting dalam setiap aksi serangan ini. Pemahaman atas dalil-dalil dari qur’an dan hadits yang tekstual dan radikal, menjadi awal dari fundamentalisme agama dan pada level yang lebih parah, tindakan tindakan dengan mengatasnamakan agama. Radikalisme dan fundamentalisme agama yang bersenyawa dengan gejolak darah muda, akan dapat meletupkan tindakan-tindakan militansi yang membabi buta. Mereka bahkan tidak takut jikalau nyawa menjadi korban, karena itu semua layak ibadah dan mendapat balasan surga kelak di akhirat.
Wahai orang Indonesia yang mengaku beragama Islam!
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara dengan populasi penduduk muslim terbesar di dunia. Indonesia terkenal dengan umat Islam yang ramah dan berpaham moderat. Lantas, mengapa kemudian di negara kita ini bisa terjadi kasus-kasus terorisme?. Jawabannya, karena memang secara sengaja telah ada agen-agen garis keras yang mengadopsi ideologi radikalnya ke dalam negeri, yang oleh KH. Hasyim Muzadi disebut sebagai gerakan “Islam Transnasional”.
Indonesia menjadi sasaran empuknya infiltrasi ideologi mereka, karena banyaknya jumlah umat Islamnya terbesar di dunia. Lain halnya dengan pemahaman Islam yang berakar dari ulama’ nusantara sendiri, keislaman ulama’ Indonesia bercorak moderat dan dapat menerima perbedaan (tidak monolitik). Namun, berbeda dengan pemahaman Islam yang datang dari luar, mereka sangat fanatik terhadap perbedaan pendapat, baik di internal umat Islam, apalagi terhadap umat lain yang berbeda agama.
Umat Islam di Indonesia yang memiliki pemahaman radikal dan menganggap tindakan itu benar-benar hanya sedikit, namun mereka sangat militan. sebagian dari mereka memperoleh cara pandang agama yang semacam itu melalui pendidikan agama di luar negeri, seperti Malaysia, Afganistan, Arab Saudi dan lain-lain. Artinya, umat Indonesia yang memiliki pandangan keislaman yang moderat, jauh lebih banyak. Pemahaman Islam yang ramah dan moderat ini berasal dari persenyawaan antara nilai-nilai Islam dengan kearifan lokal nusantara, yang oleh Robert Putnam, disebut sebagai “modal sosial”. Modal inilah yang dapat menjadi benteng kuat dalam menangkis radikalisme dan terorisme atas nama agama. dalam bentuk produk pemikiran, modal sosial kearifan lokal bangsa Indonesia yang telah bersenyawa dengan nilai-nilai keislaman disebut oleh Gus Dur sebagai “Pribumisasi Islam”. Artinya pemahaman dan pengalaman Islam yang dihasilkan sudah benar-benar disesuaikan dengan konteks budaya dan budaya luhur bangsa Indonesia dengan segala kearifan lokalnya.
Wahai orang Indonesia yang mengaku beragama Islam!
Indonesia adalah negara kepulauan yang sangat luas, terdiri dari berbagai suku dan agama, tetapi juga merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Artinya, potensi interaksi antar kepentingan juga bisa sangat mudah meletup ke permukaan, jika perbedaan-perbedaan ini tidak dirawat dengan baik. Kita harus memahami pula, bahwa terorisme tidak melulu dilakukan oleh orang Islam, dalam beberapa kasus di luar negeri, juga banyak dilakukan oleh kaum radikalis dan fundamentalis dari agama-agama lainnya. Dari sini saya ingin menggarisbawahi bahwa, pemberantasan pemberantasan bisa dilakukan oleh seluruh umat beragama di Indonesia dengan menyebarkan pemahaman agama yang moderat, tidak kaku, dan yang bisa mengambil porsi besar adalah penduduk muslim Indonesia, karena jumlahnya paling banyak.
Dari sisi Islam, fenomena ini sudah digambarkan Allah Swt. dalam Al-Qur’an: “.. dan bila dikatakan kepada mereka:”Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, ” mereka menjawab: “ Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan .” Ingatlah, Sungguh Mereka Itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar .” (Al-Baqarah [02]:11-12).
Para pelaku teror ini jelas menjadi pihak yang menjual dalam ayat ini. merupakan melakukan tindakan dan pembunuhan yang itu tidakan merusak dan dilarang agama, justru mereka menganggap sebagai sebuah penghargaan. Menurut mereka, aksi teror yang dilakukan memiliki dampak positif yang lebih besar dibandingkan dengan kerusakan yang terjadi. Sungguh ini merupakan sebuah bentuk kesesatan dalam berpikir.
Wahai orang Indonesia yang mengaku beragama Islam!
Dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, kita harus menjunjung tinggi ideologi dan konstitusi negara sebagai bentuk konvensi bersama, antara lain Pancasila, UUD 1945, NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia), dan prinsip Bhineka Tunggal Ika. Konsensus ini harus kita pahami dan kita landasan landasan dalam kehidupan. konsesus ini kemudian kita menganggap apakah bertentangan dengan syari’at? Karena tidak ada dalil-dalil agamanya? Tidak sama sekali. Kita harus ingat sama, bahwa Nabi Muhammad SAW pasca hijrah dari Makkah ke Madinah, beliau membuat konsesus serupa dalam bentuk “Piagam Madinah”. Piagam Madinah ini menjadi konvensi konvensi bersama, sebagai alat pemersatu bagi penduduk Madinah yang saat itu sering bertikai, karena kepentingan, suku dan agama. Oleh karena itu, dalam konteks Indonesia, sistem politik atau tata negara yang menjadi landasan berdirinya Negara Indonesia ini sudah sesuai dengan petunjuk Nabi Muhammad SAW tersebut. Dengan sendirinya, hal ini menganulir pendapat dari kaum radikalis dan fundamentalis yang mengharuskan Indonesia memakai Syariah dan Khilafah sebagai sistem tata negaranya.
Wahai orang Indonesia yang mengaku beragama Islam!
Islam adalah agama perdamaian, bukan perang agama. Kalaupun umat Islam melakukan peperangan, itu karena mereka mempertahankan diri dan melindungi nyawa mereka. Allah menjelaskan: “ Barangsiapa menyerang kamu, maka seranglah ia, seimbang dengan serangan terhadapmu. Bertaqwalah kepada Allah dan ketahuilah, bahwa Allah beserta orang-orang yang bertaqwa .” (QS al-Baqarah [2]: 194).
Sebagaimana Rasul Muhammad SAW diutus dimuka bumi ini tiada lain adalah sebagai rahmat bagi seluruh alam. Kehadiran Nabi Muhammad Saw. di Jazirah Arab, memberikan oase di tengah budaya bangsa Arab yang keras dan saling mengandalkan kebesaran sukunya masing-masing. Bukankan Allah juga telah menjelaskan: “Kami tidak mengutus engkau, Wahai Muhammad, melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam .” (QS al-Aanbiya’ [21]: 107).
Dari dua ayat ini dapat kita pahami, bahwa di dalam benak umat Islam seluruh dunia berada, harus sadar bahwa tindakan yang terjadi dalam aksi pengeboman di mana-mana ini, ajaran yang tidak dibenarkan dalam Islam. Karena Islam adalah agama cinta damai yang mengajarkan akhlak mulia kepada semua orang, baik umat seagama, maupun umat yang berlainan agama.
Wahai orang Indonesia yang mengaku beragama Islam!
Sebagai akhir percakapan ini, mari kita semua, terutama kaum muda untuk tiada hentinya mendalami agama secara benar, mencari guru atau ustadz yang mu’tabar , jelas sanad keilmuannya. Agar kita tidak terjebak dalam pemahaman Islam yang salah, yang mengarah pada radikalisme dan terorisme. Kedua , Allah SWT sengaja menciptakan umat manusia dalam berbagai macam suku, bahasa dan budaya, bukan untuk saling bermusuhan, melainkan untuk saling mengenal dan bersaudara satu sama lain. Ketiga, Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah bentuk final bagi bangsa Indonesia, dengan Pancasila sebagai ideologinya. Barang siapa yang tidak patuh pada konstitusi ini, segera hengkang dari bumi Indonesia. Kemudian keempat , pada tingkat pemahaman, kita harus sadar bahwa Islam harus waspada terhadap agama yang berperang dengan melakukan agresi membabi-buta, tetapi peperangan yang lebih diutamakan Islam adalah sebagai bentuk diri, karena sejatinya Islam adalah pertahanan perdamaian, yang justru menjadi pertikaian-pertikaian yang terjadi, layaknya yang dilakukan Nabi Muhammad SAW di Madinah.
Wallahu A’lam
* Penulis adalah Orang Indonesia, yang kebetulan beragama Islam.