Menyoal Pendidikan Islam Di Era Digitalisasi, Masa Kini dan Mendatang

Menyoal Pendidikan Islam Di Era Digitalisasi, Masa Kini dan Mendatang
Iklan Bawaslu Tuban

Tubanliterasi.or.id – Disrupsi informasi ibarat ombak besar yang menghantam pola pikir orang yang sebenarnya belum mapan secara intelektual. Yang sebenarya memerlukan penyesuaian cukup panjang. Namun, semakin kesini cukup menghabiskan waktu dan melelahkan. Tanpa disadari, paradigma kita bergeser, nilai-nilai moral terdegradasi, sistem kehidupan social masyarakat berubah, dan budaya masyarakat mengalami pergerseran luar biasa. Bahkan, sektor-sektor vital dalam masyarakat ikut terpengaruh. Seperti musuh yang tak terlihat, kemajuan digital yang tak terbendung telah melahap sikologi dan moral masyarakat. Lantas, bagaimanakah nasib pendidikan Islam kini dan masa depan?

Melansir laporan dari situs resmi Kementrian Agama (Kemenag) Republik Indonesia, mencatat pada semester ganjil 2019-2020 bahwa sebanyak 9.450.198 juta siswa. Jumlah tersebut rata-rata terdapat di setiap jenjang pendidikan dari seluruh lembaga pendidikan Islam di Indonesia. Kemudaian, populasi masyarakat Indonesia telah menyentuh di angka 273,5 juta jiwa.

Artinya bahwa, dengan potensi jumlah penduduk produktif tersebut. Pemerintah harus memastikan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas. Tentunya melalui kementerian pendidikan, dan pelibatan stakeholder lainnya. Jangan sampai, derasnya digitalisasi menggerus budaya masyarakat Indonesia. Yang mayoritas beragama muslim. Para generasi bangsa harus diarahkan konsisten untuk menggunakan teknologi ke ranah positif. Sampai titik tertentu, para generasi bangsa mampu membentuk gerakan transformasi sosial dari nilai-nilai pendidikan Islam. Mau atau tidak mau, lembaga pendidikan Islam juga ikut mengawal kemajuan teknologi.

Jangan sampai, akibat derasnya digitalisasi menimbulkan kesenjangan social. Karena pendidikan tak mampu menjadi pemicu kemajuan SDM. Justru, hanya menjadi korban kapitalisasi pendidikan. Jangan, hal itu jangan sampai terjadi. Jika itu terjadi, maka populasi masyarakat hanya soal jumlah. Yang terjadi, saling memarginalkan, kerusakan moral, ketidak adilan muncul, dan banyak generasi tang kehilangan arah.

Era digitaslisasi merupakan era interaksi yang sangat bebas. Jangan sampai, kebebasan menjadi kebablasan. Diakui atau tidak, perkembangan teknologi bisa menjadi pemicu polarisasi. Teknologi memberi kebebasan dalam kebutuhan informasi, tapi tak ubahnya masyarakat kini mengidap penyakit disinformasi. Pengetahuan bukan jadi laku hidup, hanya sebatas angin lalu.

Kondisi demikian membuat kita bertanya-tanya tentang pendidikan Islam; “what’s the problem and how to solve it?”

Pendidikan Islam Kini dan Masa Depan

Terdapat tiga permasalahan utama dalam batang tubuh Pendidikan Islam Indonesia; Pertama, problem kelembagaan baik dari kebijakan sampai prosedural masih memiliki berbagai kerancuan dan tidak mengedepankan kebutuhan riil peserta didik. Kedua, konstruk pendidikan yang belum mampu bersaing secara global. Ketiga, epistemologi keilmuan dalam pengembangan kurikulum tidak memiliki integrasi antara ilmu agama dan ilmu umum.

Permasalahan tersebut memberi dampak yang cukup besar bagi perkembangan pendidikan Islam secara substansial maupun instrumental. Diperlukan perombakan pembaruan pendidikan Islam yang lebih adaptif dan mampu mencetak individu-individu yang transformatif.

Pendidikan Islam kerap kali disematkan pada pembelajaran mengenai segala macam ilmu pengetahuan keagamaan baik dari akidah, fikih, akhlak, qur’an-hadits, sejarah, dan lain-lain. Pandangan ini tidak sepenuhnya salah karena pendidikan Islam domennya memang keagamaan. Namun pendidikan Islam tidak sesempit itu, inilah yang membedakan antara pendidikan agama dan pendidikan Islam.

Penerjemahan yang paling sederhana bagi pendidikan Islam ialah proses pendewasaan manusia dalam rangka menjalani hidup yang sempurna serta mampu menjadi khalifah fil ‘ard dan memiliki kompetensi sebagai khayru ummah berlandas pada nilai Islam, iman, dan ihsan.

Secara fungsional, pendidikan Islam seharusnya mampu mendorong laju perubahan menuju kemajuan peradaban. Membentuk individu yang totalitas dengan ilmu pengetahuan serta kemuliaan akhlak menjadi peran utama dalam pendidikan Islam bagi masyarakat. Di sisi lain, dasar dari pendidikan Islam tidak boleh melepaskan diri secara parsial antara perkembangan dengan landasannya, yakni; al-Qur’an dan as-Sunnah. Kedua sumber tersebut perlu untuk tetap kukuh sehingga dapat menjadi identitas autentik dari pendidikan Islam.

Kelembagaan dan pengembangan pemikiran pada diskursus pendidikan Islam ditujukan untuk menghasilkan penyelenggaraan pendidikan yang juga mampu membaca pertanda zaman dan mengentaskan segala problematika kemanusiaan di masyarakat luas. Dengan demikian orientasi regenerasi pendidikan ialah melahirkan generasi “The agent of rahmatan lil ‘alamiin.”

Tantangan dan Tugas Intelektual Muslim Abad 21

Berbicara mengenai intelektual, konsepsi yang paling ringkas adalah mereka yang menggunakan akal budi untuk mengkaji, mengembangkan, serta mengamalkan pengetahuannya secara praksis dan kritis pada masyarakat dengan berlandas pada basis analisis dan teoretis yang akurat. Intelektual muslim sebagai “educated-people” secara akademik maupun non-akademik, keterampilan dan pengetahuan yang dimilikinya diabdikan untuk kemajuan masyarakat. Dalam ibarat yang sederhana bagi para intelektual adalah para “khayru-ummah.”

Tantangan intelektual muslim dalam beberapa dasawarsa mendatang menurut hemat saya berporos pada dua orientasi; Pertama, regenerasi intelektual muda dengan kemapanan keterampilan dan karakter islami. Kedua, reproduksi wacana dan gerakan transformasi sosial.

Generasi di masa mendatang perlu untuk memiliki keterampilan yang responsif terhadap perubahan serta memiliki adaptabilitas yang baik. Inilah yang disebut keterampilan abad ke-21 “21st Century Skills” salah satu diantaranya gagasan tentang 4C’s; Critical-thinking, Communication, Collaboration, Creativity. Keterampilan tersebut merupakan kompetensi dasar bagi individu untuk mampu terus bertahan berselancar di tengah ombak disrupsi digitalisasi yang begitu cepat merubah budaya masyarakat.

Intelektual muslim memiliki tanggung jawab agar dan konsentrasi pada diskursus pendidikan Islam yang dituntut untuk menjadi rahim paling sehat dalam mengandung. Serta melahirkan para intelektual muslim yang pada gilirannya mereproduksi gagasan dan wacana revolusioner menciptakan peradaban Islam rahmatan lil ‘alamiin.

Wacana dan khazanah pemikiran islam yang memiliki dimensi transformasi sosial begitu membanjiri diskursus dalam islamic studies. Tetapi perlu diakui bahwa begitu banyak warisan pemikiran islam, begitu pula kuantitas lembaga pendidikan Islam. Akan tetapi pemikiran pendidikan Islam belum begitu berkembang lantaran para pendidik belum cukup banyak mengikuti perkembangan teknologi. Dan pemikir Islam masih minim konsentrasi dalam bidang keilmuannya. (*)

Pos terkait